Lebih lanjut, angka literasi digital tersebut kian diperkuat dengan masih tingginya angka masyarakat yang tidak mampu membedakan berita bohong. Berdasarkan survei yang telah dijalankan, sebanyak 32 persen masyarakat masih belum bisa mengenali hoaks. Hanya 23 persen masyarakat yang mampu mengetahui karakteristik berita bohong dan hoaks. Sedangkan sisanya masih ragu untuk mengidentifikasi perbedaan informasi valid dengan berita bohong.
Sherlita menerangkan pada tahun 2021 persentase pertumbuhan hoaks mencapai 22,7 persen. Angka tersebut terus bertambah di tahun 2022 menjadi 32,2 persen dan pada 2023 menjadi 55,5 persen.
“Salah satu momen yang memicu tumbuhnya hoaks adalah saat Pemilu. Oleh karena itu, harus benar-benar diantisipasi,” jelasnya.
Sementara itu, Kabid IKP Diskominfo Jatim, Putut Darmawan menyebutkan maksud kegiatan ini guna mendongkrak partisipasi masyarakat pada Pilkada mendatang. Utamanya menggugah atensi dan minat generasi milenial bahwa Pemilu itu asyik. Sehingga tidak golput dan mau menyalurkan hak politik yang dimilikinya.
Baca juga : Donny Akbar Kalahkan Incumbent Bacabup Bandung Terpopuler di Kalangan Milineal
Selain itu, meningkatkan kesadaran masyarakat perihal hoaks dan berita bohong yang tumbuh subur selama rangkaian Pemilu. “Harapannya, mampu mengidentifikasi ciri-ciri berita bohong atau hoaks, maupun berita valid,” tandasnya.